|FF PROJECT| To Get Your Cheeriness Back

Author : Phoelfish
Judul/Title : |FF PROJECT| To Get Your Cheeriness Back
Genre : Friendship
Kategori : Family
Type : Contest

Tags : Lee Sungmin, Lee Donghae, Leeteuk, Kim Youngwoon, Kim Heechul

Donghae menatap ruangan serba putih di sekelilingnya ini bosan. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain berbaring. Hidup benar-benar hampa tanpa PC, DVD player dan sepak bola.

Hyungnya, Heechul, memang sudah memberinya PSP, tapi Donghae benar-benar membuat PSP di sampingnya menganggur. Bagaimana ia bisa main game kalau jari tengah dan telunjuk kanannya patah? Donghae tidak biasa memainkan dengan tangan kiri karena ia bukan kidal.

Baru seminggu berada di rumah sakit sudah membuatnya muak. Lagipula siapa juga yang mau masuk rumah sakit? Kalau tidak karena jari tengah dan kelingkingnya, dan yang paling parah, tempurung lutut kirinya yang bergeser sehingga membuatnya tidak bisa jalan tanpa bantuan kruk. Memakai kruk saja Donghae masih kewalahan.

Donghae menyesal meminta Heechul untuk kembali ke rumah. Padahal tadi Heechul sudah memaksa menemani Donghae. Kalau ada Heechul paling tidak ia tidak akan kesepian. Tapi, tidak mungkin Donghae membuat kakaknya itu bolos kuliah.

“Aish!” Akhirnya Donghae memilih meraih kruknya yang terletak bersandar di sisi ranjang. Dengan susah payah dan meringis menahan sakit, ia mencoba turun dari ranjang. Mungkin menghirup salju musim dingin di luar bisa sedikit menghiburnya.

Donghae tersenyum beberapa kali kepada dokter dan para suster saat ia berjalan di loron. Dengan menyapa mereka Donghae jadi merasa tidak sendirian. Ia heran mengapa tidak ada remaja yang seumuran dengannya di sini. Ini kan bukan rumah sakit khusus lansia.

Padahal sudah dua hari ini Donghae berharap mendapat teman yang bisa diajak untuk menghabiskan waktu. Orang tua Donghae cukup sibuk dengan pekerjaan mereka yang tidak bisa ditinggalkan. Sementara hyung Donghae masih harus kuliah. Mereka mungkin baru menjenguk sore atau malam hari.

Donghae benar-benar kesulitan saat akan menuruni tangga walaupun di hadapannya hanya ada tiga anak tangga. Salah satu alasan kenapa Donghae membutuhkan teman, paling tidak ia tidak akan tergelincir. Biasanya ada Heechul yang membantunya.

“AWAS!”

Donghae sudah siap menambah gips di kakinya saat kruknya terlepas dari cengkramannya. Donghae memejamkan mata. Pasrah. Di otaknya sudah berkelebat bayangan meja operasi dan wajah dokter Leeteuk.

Ia merasakan cengkraman kuat di kedua lengannya. Apa ia sudah digotong ke ruang gawat darurat? Tapi, ia tidak merasakan sakit di bagian tubuhnya.

“Gwaenchanha?”

Donghae membuka matanya perlahan. Ia mengeluarkan napas lega saat mengetahui tubuhnya tidak terhempas ke tanah. Seseorang berhasil menahannya.

Orang itu-yang Donghae bingung namja atau yeoja-menegakkan kembali tubuh Donghae dan menuntun Donghae berjalan ke bangku kayu di taman rumah sakit. Dengan sangat hati-hati, ia membantu Donghae duduk.

“Gamsa hamnida!” ucap Donghae sambil membungkukkan punggungnya sedikit.

“Cheonmaneyo.” Orang itu tersenyum.

Ouh, ternyata dia namja, batin Donghae. Bisa diketahui dari suaranya yang berat dan jakun yang mencuat di lehernya.

“Lain kali minta keluargamu untuk membantumu. Bahaya sekali kalau kau berjalan sendirian.” Nasehat orang itu.

“Keluargaku sedang tidak ada. Mereka harus bekerja.”

“Ohh! Kalau begitu mintalah bantuan suster di sini. Atau kau bisa memakai kursi roda.”

“Aku tidak suka kursi roda. Membuat bokongku panas karena kebanyakan duduk.”

Orang itu terkekeh mendengar alasan Donghae. Donghae sedikit tercengang melihatnya. Orang ini kenapa manis sekali? Dia imut seperti yeoja.

“Aku belum pernah melihatmu.” Ucap Donghae setelah memandangi orang itu lekat-lekat. Orang itu benar-benar terlihat asing. Donghae belum pernah melihatnya di rumah sakit ini. Kemeja biru muda yang ia kenakan sama seperti yang dipakai Donghae. Menandakan kalau orang itu juga pasien di rumah sakit ini.

“Aku pasien baru di sini. Baru kemarin aku masuk.”

“Owh!” Donghae mengangguk paham. Pantas Donghae baru kali ini melihatnya.

“Kau dirawat di ruang berapa?” tanya Donghae mulai antusias, akhirnya ia dapat teman baru. Namja itu tampak seumuran dengannya.

“Ruang 101.”

“Jeongmal?! Itu hanya terpisah satu ruangan dari kamarku.”

“Benarkah?”

“Ya, perkenalkan aku Lee Donghae.” Donghae mengulurkan tangannya semangat.

“Lee Sungmin.” Jawab Sungmin sambil menerima uluran tangan Donghae.

“Akhirnya aku punya teman. Seminggu di sini membuatku bosan. Parahnya aku tidak bisa memainkan PSP-ku. Dan aku rindu sepak bola.” Donghae menunjukkan tangan dan kakinya yang dibebat perban tebal.

“Apa yang terjadi denganmu?” tanya Sungmin sambil memandangi luka di tubuh Donghae.

“Kecelakaan. Waktu itu, aku baru pulang sekolah. Ada tawuran preman di jalan. Salah satu preman mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi dan menabrakku yang sedang menyebrang jalan.”

“Omo! Mengerikan.” Sungmin mengedikkan bahunya.

“Ya, preman di kota ini memang mengerikan.” Cibir Donghae sebal.

“Di kota ini ada preman?!” Sungmin tampak tidak percaya.

“Ya, dua tahun ini di Mokpo preman-preman berkeliaran.”

“Ya, ampun. Menakutkan.” Komentar Sungmin lagi.

“Sepertinya kau bukan orang sini.” Tebak Donghae lagi. Logat bicara Sungmin berbeda dengannya. Ia juga tidak tahu kalau di Mokpo ada preman.

“Ya. Aku dari Seoul.”

“Kenapa kau pindah ke sini?”

“Aku ikut Leeteuk, pamanku.”

“Whoa! Dokter Leeteuk itu pamanmu?” seru Donghae kaget.

“Ye. Dia adik ibuku. Tapi aku memanggilnya hyung. Dia marah kalau dipanggil ahjussi. Dia juga hanya lebih tua beberapa tahun dariku.”

“Kenapa kau ikut dia? Kemana orang tuamu?”

“Mereka meninggal dua tahun lalu. Kecelakaan lalu lintas.” Raut wajah Sungmin berubah murung, membuat Donghae merasa bersalah.

“Jwaesonghamnida. Aku tidak bermaksud….”

“Tidak apa-apa. Itu sudah lama sekali kok.”

“Sekali lagi aku minta maaf.” Donghae meletakkan tangannya di bahu Sungmin. Ia benar-benar menyesal sudah membuat Sungmin sedih.

“Tidak apa-apa Donghae-ssi.” Sungmin menatap Donghae sambil menyunggingkan senyum, meyakinkan Donghae kalau ia baik-baik saja.

“Kita bicara yang lain saja.” Usul Donghae. Ia tidak mau kembali terpancing untuk menanyakan tentang keluarga Sungmin.

“Apa kau tidak apa-apa berkeliaran dengan kaki terluka parah seperti itu?”

“Entahlah. Tapi, aku bosan di kamar. Aku butuh teman ngobrol atau rumah sakit ini akan membuatku gila.”

Sungmin tergelak. “Kau mana cepat sembuh kalau begitu?”

“Tenang saja. Pemulihan tubuhku sangat cepat.” Donghae menepuk kakinya yang dibebat perban pelan.

“Kau ada-ada saja Donghae-ssi.”

“Panggil aku Donghae saja. Jangan terlalu formal. Kedengarannya aneh.”

“Baiklah, Donghae.”

“Kau boleh memanggilku fishy kalau mau.”

“Apa itu?”

“Julukanku. Aku suka laut. Ini kan Mokpo, jadi aku ikannya.”

“Kalau begitu kau boleh memanggilku sweet pumpkin.”

“Kenapa sweet pumpkin?”

“Karena aku manis dan aku suka labu.”

“YA! Kau narsis juga ternyata.” Donghae pura-pura mencibir dan Sungmin kembali tertawa.

“Sudah lama aku tidak tertawa seperti ini.”

“Kenapa?” mimik wajah Donghae berubah serius.

“Terlalu banyak sesuatu yang membuatku sedih.”

“Hmmm…” Donghae hanya menggumam. Takut kalau ia bertanya kenapa ia akan menyakiti Sungmin lagi. Ia baru mendapat teman, tidak mungkin ia membuat teman barunya menjauh begitu saja.

“Terima kasih sudah membuatku tertawa.”

Donghae sedikit tersipu mendengar perkataan Sungmin. Belum pernah ada orang yang berterima kasih padanya karena telah membuat mereka tertawa. Dan Donghae merasa tidak melawak sama sekali.

“Ye, aku juga senang karena akhirnya aku punya teman.”

“Aku juga senang bisa kenal dirimu.”

“Aku akan lama di rumah sakit ini. Kuharap kau tidak bosan jadi temanku. Bukannya aku berharap kau tidak cepat sembuh, tapi….” Donghae tidak mempunyai kata-kata yang tepat untuk menyampaikan maksudnya.

“Tidak apa-apa. Aku juga akan lama di sini.”

“Memang kau sakit apa?” tanya Donghae sambil mengernyitkan dahi. Sungmin tidak tampak seperti orang sakit kebanyakan. Pucat dan lemas. Dia malah ceria dan bibirnya berwarna pink merekah. Tubuhnya juga baik-baik saja dan tampak utuh. Tidak ada perban di sana-sini.

“Porphyria.”

Donghae menatap Sungmin lekat, meminta penjelasan lebih lanjut tentang penyakit yang ia diderita. Porphyria? Donghae tidak pernah dengar istilah itu sebelumnya.

“Penyakit hati. Dimana tubuh ada kesalahan menggunakan porphyrins. Hormon yang penting dalam pembentukan hemoglobin di sel darah merah.”

Donghae berusaha keras mencerna perkataan Sungmin di dalam otaknya. Tapi, ia tidak kunjung mengerti. Apapun itu sepertinya penyakit yang diderita Sungmin sangat parah.

“Aku juga punya asma.” Lanjut Sungmin. Kalau yang ini Donghae masih paham.

Donghae menatap Sungmin iba. Pantas Sungmin susah tertawa. Bagaimana ia bisa bahagia kalau punya penyakit separah itu?

BLETAK!

Donghae merasakan sentakan keras di ubun-ubunnya. Membuatnya merasa pening.

“YAK! Heechul hyung! Apa yang kau lakukan? Aku ini sedang sakit tahu!” omel Donghae saat mengetahui pelaku penjitakan kepalanya.

“Yang sakit tangan dan kakimu. Kepalamu baik-baik saja walaupun kau tetap bodoh.”

“Aish! Kau ini….”

“Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah dokter menyuruhmu untuk istirahat?”

“Aku bosan di kamar. Kalau terus-terusan berbaring punggungku bisa patah.”

“Mana ada yang seperti itu? Ayo kembali!”

Dengan terpaksa Donghae meraih kruknya. Ia berdiri dibantu Sungmin dan Heechul.

“Sungmin, maaf aku harus kembali. Hyungku sangat galak.” Donghae melirik Heechul yang mendesis tidak terima dibilang galak, “Lain kali kita mengobrol lagi.”

“Ye, gwaenchanha. Aku juga harus kembali. Leeteuk hyung pasti mencariku.”

Donghae meninggalkan Sungmin yang masih berdiri sambil memandangi punggung Donghae yang menjauh perlahan. Donghae berjalan sangat lambat dan berhati-hati walaupun dipapah Heechul.

Heechul membantu Donghae kembali naik ke tempat tidur. Dengan super hati-hati, ia membaringkan kaki Donghae yang terluka.

“Kenapa kau bandel sekali? Bukankah dokter bilang supaya kau tidak banyak bergerak.”

“Aku bosan hyung! Tidak ada yang bisa kulakukan.”

“Aku kan sudah memberimu PSP.”

“Hyung tidak lihat jariku patah?” Donghae mengacungkan jari-jarinya tepat di depan Heechul.

Heechul tersenyum dan menangkupkan tangannya di depan dada. “Mianhae. Hyung lupa.”

“Aish! Lihat siapa yang bodoh?”

“YAK! Aku ini hyungmu!”

“Arasseo.” Ia melindungi kepalanya dengan tangan. Takut dijitak lagi. “Kenapa hyung kembali? Tidak kuliah?”

“Aku hanya mengumpulkan tugas dan kembali. Kau bilang dirimu bosan?”

“Ya, tapi hyung kan tidak perlu repot-repot bolos kuliah.”

“Sepertinya kau tidak menyukai kedatanganku? Mentang-mentang sudah punya teman.”

“Aniyo. Bukan begitu. Aku tidak mau hyung mengorbankan kuliah. Pendidikan itu penting.”

“Jangan menasehatiku bocah!” Heechul mendelik marah pada Donghae. “Kau tahu?”

“Apa?” Donghae menatap hyungnya tidak mengerti.

“Polisi berhasil menangkap preman yang menabrakmu. Namanya Kangin. Dia hanya setahun di atasmu. Rasakan bocah itu!”

“Owh!” Donghae ekspresionless.

Heechul memandang dongsaengnya bingung. “Kenapa ekspresimu datar sekali?”

“Memang aku harus bagaimana? Tidak mungkin kakiku langsung sembuh begitu dia ditangkap.”

“Aish, kau ini….” Heechul menatap Donghae heran. Dongsaengnya yang satu ini memang terlalu baik hati.

“Kasihan orang tuanya. Nanti kalau ia balas dendam bagaimana?”

“Tidak akan. Kau tenang saja.” Heechul mengacak rambut dongsaengnya penuh sayang.

“Lee Donghae!”

Donghae dan Heechul menoleh berbarengan ke arah pintu kamar yang terbuka. Seorang pria dengan pakaian serba putih dan kaca mata yang juga ber-frame putih masuk sambil menyunggingkan senyum.

“Annyeonghaseo Leeteuk-ssi!” Sapa Heechul.

“Hai, dokter!” Donghae tersenyum dan membetulkan posisi tidurnya.

“Bagaimana kabarmu hari ini Donghe-ya?” tanya Leeteuk sambil memeriksa kaki Donghae. “Perbannya harus diganti. Suster!”

Dua wanita setengah baya yang juga berpakain putih dengan sigap mengganti perban di kaki Donghae.

“Aku sangat baik dokter.” Donghae menjawab sambil meringis. Menahan sakit yang mendera lututnya.

“Kudengar kau berkenalan dengan Sungmin.”

“Ye, kami berteman sekarang. Dia keponakanmu?”

“Ye, orang tuanya sudah meninggal. Jadi aku yang mengurusnya.”

“Dia sudah menceritakannya padaku.”

“Sepertinya kalian saling bicara banyak.”

“Ouch!” Donghae menjerit kesakitan, “Pelan-pelan suster. Dokter, apa itu porphyria?”

“Sungmin tidak memberitahumu?”

“Yeah, tapi aku tidak mengerti.”

“Porphyria adalah suatu kondisi yang menyebabkan kesalahan fungsi bagaimana tubuh menggunakan porphyrins….”

“Hormon yang sangat penting untuk membuat hemoglobin.” potong Donghae.

“Kau benar. Dalam kasus Sungmin, tubuhnya susah untuk membentuk hemoglobin di hati.”

Donghae mengangguk berkali-kali. Ia mulai mengerti walaupun hanya sedikit.

“Apakah sangat parah?”

“Ia harus cuci darah agar kadar hemoglobinnya normal.”

“Apa tidak ada cara yang membuatnya sembuh secara keseluruhan?”

Leeteuk mengangkat bahu. “Dunia medis sedang mencari tahu.”

“Sungmin benar-benar tidak beruntung.”

“Ye, punya penyakit hati, kehilangan orang tua dan juga hyungnya. Kau beruntung masih punya Heechul.”

Donghae melirik Heechul dengan tatapan ‘Apanya yang beruntung?’ dan Heechul menjulurkan lidahnya.

“Dia juga punya asma.”

Leeteuk mengangguk, mengiyakan ucapan Donghae.

“Sudah selesai.” Lapor salah seorang suster kepada Leeteuk. Leeteuk mengangguk.

“Heechul-ssi, jaga adikmu baik-baik. Donghae-ya, tolong terus berteman dengan Sungmin. Aku tinggal dulu. Annyeong!”

“Gamsa hamnida dokter.” Ucap Heechul sambil mengantar Leeteuk keluar ruangan, sementara Donghae hanya melambaikan tangannya.

“Sungmin…temanmu yang di taman tadi?”

“Ye,” jawab Donghae lirih. Ia benar-benar iba kepada Sungmin. “Hyung, bisa antar aku ke kamar Sungmin?”

“Perbanmu baru diganti!”

“Kamarnya dekat kok. Hanya selisih satu kamar saja.”

“Aish, dasar bocah!” Heechul terpaksa menangkap lengan Donghae yang memaksa turun dari tempat tidur. Ia memastikan Donghae menggunakan kruk-nya dengan benar dan memapah Donghae keluar kamar. Dongsaengnya ini memang sangat mudah tersentuh.

“Sungmin?” Donghae melongokkan kepalanya ke dalam kamar Sungmin. Kamarnya sepi.

“Donghae?! Masuklah!” ajak Sungmin yang baru keluar dari kamar mandi. Ia bergegas membantu Donghae meskipun sudah ada Heechul di sana.

Mereka medudukkan Donghae di tepi ranjang Sungmin.

“Hyung, sebaiknya kau kembali ke kampus saja.” Pinta Donghae.

“Mwo? Dan meninggalkanmu sendirian di sini? Kalau terjadi apa-apa bagaimana?” tolak Heechul sambil melotot.

“Tidak akan. Ada Sungmin dan di sini banyak dokter. Aku akan baik-baik saja. Jangan khawatir.”

“Tidak. Aku tidak mau kau merepotkan orang lain.”

“Ohh, ayolah hyung! Aku hanya patah tulang.”

“Kenapa kau selalu memaksaku?”

“Aku hanya tidak mau merepotkan orang lain. Seperti katamu barusan.”

“Aku ini hyungmu!”

“Arasseo. Sebaiknya hyung cepat keluar sebelum mengganggu waktuku dan Sungmin. Umur hyung tidak cocok untuk mengobrol dengan remaja seperti kami.”

BLETAK!

Untuk kesekian kalinya tangan Heechul mendarat di kepala Donghae.

“Ayolah hyung! Jebal! Bagaimana kalau ada ujian mendadak di kampus?”

“Aigo!” Heechul menepuk dahinya sendiri. Hari ini memang akan ada ujian di kampusnya. “Setengah jam lagi. Donghae-ya, aku harus pergi. Jangan merepotkan! Sungmin, maaf aku harus menitipkan Donghae padamu.”

“Gwaenchanha hyung.” Ucap Sungmin sambil tersenyum.

“Aku pergi!” Heechul mengusap kepala Donghae kilat dan langsung melesat keluar. Ia sangat terburu-buru.

“Hyungku memang begitu. Dia suka parno.” Curhat Donghae setelah Heechul menghilang, ia tidak mau mengambil resiko dijitak lagi.

Sungmin hanya tertawa pelan, “Itu artinya dia menyayangimu.”

“Ya, tapi terkadang dia terlalu brother complex.”

“Kau membuatku iri saja.”

“Ah ya, dokter Leeteuk bilang kau kehilangan hyungmu. Tapi, kau boleh tidak cerita kok. Aku tidak memaksa.” ralat Donghae cepat. Ia tidak mau melihat Sungmin murung lagi.

“Aku tidak keberatan untuk menceritakannya. Tapi, apa kau mau mendengarnya?”

“Tentu saja. Kita kan teman. Aku akan mendengarnya sampai habis. Aku janji.” Donghae mengangkat dua jarinya yang dibalut perban, membuat Sungmin terkekeh lagi. Sungmin jadi bingung sendiri, kenapa ia mudah sekali tertawa di dekat Donghae?

“Ini semua gara-gara phorpyria ini,” Sungmin meletakkan tangannya di bagian kanan atas perutnya. Tepat di ulu hatinya. Donghae benaer-benar merasa miris.

“Sakit?”

“Lebih sakit waktu hyungku meninggalkanku.” Pandangan Sungmin menerawang, membuat mata Donghae panas. “Dia tidak tahu kalau aku sakit. Orang tuaku merahasiakannya dari semua orang. Aku juga baru tahu nama penyakitku setelah diberi tahu Leeteuk hyung.”

“Kenapa?”

“Orang tua kan memang begitu. Mereka hanya suka menunjukkan yang baik-baik saja.”

Donghae mengangguk setuju. Mana tega orang tua Sungmin memberi tahu kalau anaknya menderita penyakit parah seperti itu.

“Yang aku tahu aku hanya sering keluar masuk rumah sakit untuk bertahan hidup. Gara-gara hal ini mereka memberi perhatian ekstra padaku. Supir pribadi, home schooling, mereka selalu memenuhi apa yang aku inginkan.”

Donghae tersenyum. Ada sisi positifnya juga. Walaupun tidak selalu menyenangkan.

“Tapi, ini membuat hyungku sedikit iri.”

Donghae mengangguk. Ia juga akan iri pastinya, kecuali ia mengetahui kalau saudaranya ternyata sakit parah. Aigo! Jangan sampai Heechul sakit parah.

“Ulang tahunku dan Hyungku jatuh pada bulan yang sama. Makanya kami selalu merayakannya bersama-sama. Aku memang tidak terlalu dekat dengannya, tapi kami saling menyayangi satu sama lain.”

Donghae jadi teringat hubungannya dengan Heechul. Sangat dekat dan saling menyayangi bahkan cenderung berlebihan.

“Ia hyung yang baik. Selalu menjagaku yang lemah ini.”

Donghae menatap mata Sungmin yang sudah tergenang air mata.

“Lagi-lagi penyakit ini menjadi penghalang hidupku. Saat itu perayaan ulang tahun kami. Orang tua kami menyewa restoran dan mengundang banyak orang.”

Kali ini air mata Sungmin sudah menuruni pipinya perlahan. Membuat mata Donghae kembali panas.

“Kami sangat bersemangat sekali. Tapi, saat akan berangkat merayakannya penyakitku kambuh. Aku harus ke rumah sakit saat itu juga. Orang tuaku panik, tentu saja. Dan mereka meninggalkan pesta, meninggalkan hyungku untuk menemuiku di rumah sakit. Dan dari sanalah semuanya berawal.”

Donghae mengusap air matanya sendiri yang mengalir tanpa ia sadari, cerita Sugmin sangat menyedihkan. Sementara Sungmin malah berhasil meredam emosinya.

“Orang tuaku kecelakaan karena mereka terburu-buru dan mobil mereka menabrak pembatas jalan. Hyung yang akhirnya tahu mereka pergi untuk menjemputku menganggap akulah penyebab kematian mereka. Dia marah. Sangat marah. Seandainya orang tua kami tidak menjemputku di rumah sakit. Yang hyungku tahu, aku masuk rumah sakit karena jatuh.”

Donghae mulai merengkuh bahu Sungmin. Air matanya kembali menetes membayangkan cerita yang dialami Sungmin.

“Akhirnya dia pergi. Kau tahu bagian mana yang paling menyakitkan?” Sungmin menoleh untuk menatap Donghae.

Donghae menggeleng. Ia tidak sanggup untuk mengeluarkan suara.

“Saat hyungku bilang aku pembunuh dan ia tidak pernah punya adik sepertiku.” Sungmin menunduk dan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Tenggelam kembali dalam masa lalu benar-benar membuatnya susah bernapas. Ini lebih sesak daripada asma. Ia tidak tahu kekuatan apa yang membuatnya sanggup bercerita sampai sedetail ini.

“Sudahlah.” Donghae mengusap punggung Sungmin. Mencoba memberi dorongan semangat.

“Aku tidak apa-apa kok” Sungmin mengangkat wajahnya dan menghirup napas dalam-dalam. Ia berusaha menarik sudut bibirnya untuk mengulas senyum.

“Mungkin keadaannya akan berbeda kalau hyungmu tahu yang sebenarnya.”

“Yah, kurasa juga begitu. Aku ingin sekali bertemu dengannya dan meminta maaf. Aku tidak sempat mengucapkan maaf padanya. Aku ingin mengucapkannya sebelum meninggalkan dunia ini.”

Kali ini wajah Sungmin berubah penuh rasa penyesalan. Membuat Donghae kembali terharu dan kembali meneteskan air matanya. Ia memang sangat mudah sekali menangis.

“Donghae, kau menangis?!” Sungmin terkejut melihat air mata yang mengalir di pipi Donghae.

Buru-buru Donghae mengusapnya dan menunjukkan senyumnya. “Aku tidak apa-apa kok. Hanya terbawa suasana saja. Ceritamu benar-benar tragis.”

“Maaf. Makanya aku tidak menceritakannya pada siapapun. Terlalu tragis dan memalukan. Aku tidak tahu kenapa bisa menceritakannya padamu.”

“Aku senang kau bercerita padaku. Paling tidak kau sudah membagi bebanmu.”

“Maaf aku merepotkan.”

“Aniyo. Kau tidak merepotkan. Aku kan sudah bilang senang kau mau berbagi denganku.” Donghae menarik bahu Sungmin dan memeluknya. Walaupun mereka baru kenal beberapa jam yang lalu rasanya sudah seperti sahabat lama.

“Gamsa hamnida.”

“Untuk?”

“Semuanya.”

Donghae menepuk pundak Sungmin dengan tangan kirinya dan melepaskan pelukannya. Mereka mulai berbicara lagi. Tapi, kali ini mengenai topik yang ringan-ringan. Mengenai sekolah dan hobi mereka masing-masing. Donghae sampai makan siang di kamar Sungmin-dengan Sungmin yang menyuapinya-dan baru kembali ke kamar saat menjelang malam. Itu juga karena dijemput Heechul. Kalau tidak Donghae bisa menginap di sana.

~@.@~

Donghae dan Sungmin benar-benar seperti anak kembar dempet sekarang. Dimana ada Donghae pasti di situ terdapat sosok Sungmin. Kalau Donghae menghilang, tanya saja dimana Sungmin atau sebaliknya.

Sudah tiga minggu di rumah sakit dan jari tangan Donghae sudah kembali seperti semula. Kini ia tinggal menyembuhkan kakinya.

“Dokter bilang minggu depan aku boleh pulang!” pekik Donghae gembira saat Sungmin bertamu ke kamarnya.

“Jinca?!”

“Ye. Aku sudah tidak sabar ingin bermain sepak bola.” Donghae menendang udara dengan kaki kirinya yang masih di gips. Ia meringis nyeri saat ia menggerakkan lututnya.

“Chukahamnida!”

“Lalu, kapan kau akan menyusulku?”

“Entahlah. Sepertinya aku masih lama di sini.”

“Tenang saja. Aku akan selalu megunjungimu.” Donghae melingkarkan tangannya ke leher Sungmin. Seandainya ia punya keajaiban untuk Sungmin.

“ARGH!” Donghae tersentak kaget sekaligus bingung saat Sungmin mengerang sambil memegangi bagian kanan atas perutnya.

“Sungmin?!! Gwaenchanha?!”

Sungmin hanya mengangkat tangan kirinya. Sementara tangan kanannya memegangi ulu hatinya yang nyeri luar biasa. Serasa diremas terlalu kuat. Napasnya memburu panjang pendek.

“Kupanggilkan dokter!” Donghae segera berlari keluar kamar. Susah berjalan cepat dengan kaki terluka dan bantuan kruk. Untunglah ia bertemu Heechul di depan pintu kamarnya.

“Hyung! Cepat panggilkan dokter Leeteuk! Sungmin…Sungmin…” Donghae kebingungan menjelaskan bagaimana keadaan Sungmin. Yang jelas sangat-sangat gawat.

“Dia kenapa?” Heechul mecoba melihat keadaan Sungmin melalui atas kepala Donghae.

“Cepatlah hyung! Penyakitnya kambuh!” Donghae mendorong tubuh Heechul tidak sabar.

“Arasseo. Tunggu sebentar!” Heechul segera berlari pergi sementara Donghae kembali menghampiri Sungmin yang sekarang tubuhnya sudah mengeluarkan keringat dingin.

“Bertahanlah Sungmin! Bertahanlah!” bisik Donghae galau.

~@.@~

Donghae hanya bisa mengantar sampai ambang pintu kamar Sungmin saat Leeteuk membawa Sungmin pergi dengan tergesa-gesa. Keadaan Sungmin tadi semakin gawat. Wajahnya sudah membiru. Dan napasnya sangat lemah.

“Hyung, apa ia akan baik-baik saja?” tanya Donghae yang masih memperhatikan kasur dorong Sungmin yang semakin menjauh.

“Tenang saja. Dia akan kembali seperti semula.” Hibur Heechul sambil merangkul Donghae. Ia bisa merasakan kalau tubuh dongsaengnya ini gemetar.

“Aku sangat ingin dia sembuh hyung. Tidak adil kalau Tuhan memanggilnya dalam keadaan seperti ini.” Donghae berbicara sambil terisak.

“Hya! Jangan berkata seperti itu! Hyung yakin ia akan baik-baik saja.” Bujuk Heechul lagi. Ia menarik Donghae kembali masuk ke kamar supaya Donghae bisa menenangkan pikirannya.

Donghae hanya duduk di pinggir tempat tidur. Pikirannya hanya terisi Sungmin dan harapan kalau Sungmin harus sembuh. Ia tidak henti-hentinya memanjatkan doa dalam hati. Meminta keajaiban untuk Sungmin.

Donghae menangkupkan tangannya di depan dada. Memohon supaya Tuhan tidak mengambil Sungmin sekarang. Paling tidak Sungmin harus bertemu kakaknya dulu. Supaya ia tidak merasa kesepian dan dihantui rasa bersalah.

~@.@~

Donghae hanya menatap Sungmin melalui celah kaca pintu kamarnya. Sungmin sudah keluar dari instalasi gawat darurat setelah tiga hari dirawat di sana. Sekarang ia sudah kembali ke kamar 101 dan sedang diperiksa oleh beberapa dokter, termasuk Leeteuk. Tubuhnya terhubung dengan berbagai selang untuk menyambung nyawanya.

“Tidak masuk?”

Donghae berjengit kaget saat Leeteuk tiba-tiba membuka pintu. Donghae hanya menatap Leeteuk dengan pandangan ‘memang boleh?’

“Sungmin sudah sadar. Jenguklah dia! Tapi, jangan diajak mengobrol terlalu banyak.” Ucap Leeteuk sambil memberi ruang untuk Donghae supaya bisa melangkah masuk.

Donghae tidak mengeluarkan suara. Ia hanya berjalan mendekati Sungmin yang terbaring lemah, tapi masih menyunggingkan senyum aegyonya. Saat Donghae masuk, para dokter beringsut keluar kamar.

“Annyeong!” sapa Donghae dan duduk di sisi kanan ranjang Sungmin.

Sungmin hanya membalas ucapan Donghae dengan tersenyum.

“Sudah lebih baik?” tanya Donghae sambil memainkan kruknya.

Sungmin mengangguk lagi. Dadanya masih terasa sesak kalau dibuat bicara.

“Kau harus cepat sembuh dan bertemu hyungmu!”

Lagi-lagi Sungmin tersenyum dan mengangguk menanggapi ucapan Donghae.

“Berbaring itu melelahkan. Kau bisa kehilangan punggungmu.” Celetuk Donghae dan Sungmin terkekeh pelan. “Oh, ya ulang tahunmu bulan Januari kan?”

Sungmin mengangguk lagi. Kali ini ekspresinya berubah takjub. Kaget sekaligus senang Donghae mengetahui bulan ulang tahunnya.

“Dokter Leeteuk yang memberitahuku. Sayang tahun baru sudah lewat. Kau terlalu lama di UGD sih.”

Sungmin memasang senyum miris. Mau bagaimana lagi? Kalau ingin bertahan hidup Sungmin memang harus dibawa ke UGD.

“Kembang apinya sangat bagus. Oh ya, kau mau hadiah apa untuk ulang tahunmu?”

“Kembang api.” Jawab Sungmin lirih, terdengar seperti bisikan.

“Kembang api?”

Sungmin mengangguk. “Hyungku selalu ingin ada kembang api di ulang tahun kami.”

“Whoa! Pasti keren sekali.”

“Tapi, orang tua kami melarangnya….Uhuk…Uhuk….”

“Yak, jangan terlalu banyak bicara!” larang Donghae karena Sungmin mulai terlihat kesulitan bernapas dan memegangi dadanya lagi. Sungmin mengatur nafasnya perlahan sampai kembali seperti semula. Donghae mengamati Sungmin sambil tersenyum. Sebuah rencana tersusun di otaknya.

~@.@~

Donghae tidak pernah berhenti mengulas senyum hari ini. Ia terus tersenyum pada setiap dokter dan suster yang masuk ke kamarnya dan mengucapkan terima kasih berkali-kali karena mereka sudah membuat kondisi Donghae pulih seperti sedia kala.

“Sekarang aku bisa bermain sepak bola lagi.”

Donghae memamerkan kemampuan jugglingnya pada Leeteuk dengan membayangkan ada bola di kakinya.

“Ye, lain kali kau juga harus hati-hati kalau mau menyebrang. Lihat kanan-kiri dulu.” Nasehat Leeteuk sebelum pamit keluar dari kamar Donghae.

“Hyung, mampir ke kamar Sungmin dulu.” Pinta Donghae. Hari ini ia pulang bersama Heechul. Orang tua mereka akan datang menjemput mereka tidak lama lagi.

“Baiklah.”

Donghae memandangi kamarnya untuk yang terakhir kali sebelum akhirnya ditutup oleh Heechul. Sebulan mendiami kamar ini membuatnya serasa berada di kamar sendiri. Tapi, ia juga rindu kamarnya di rumah.

“Sungmiiin!” Donghae berlari memeluk Sungmin yang sedang berdiri di samping jendela kamarnya.

“Donghae? Mana krukmu? Kau sudah bisa berlari?”

“Aku sudah tidak membutuhkannya lagi. Hari ini aku sudah boleh pulang.” Donghae menjawab dengan semangat. Ia memamerkan lututnya yang sudah tidak dibebat perban.

“Ya, ampun. Aku lupa kalau hari ini kepulanganmu. Seharusnya kita buat farewell party.”

“Yak! Tidak perlu seperti itu. Berlebihan.”

“Sekarang aku yang kesepian.” Sungmin menunduk dengan pandangan pilu. Donghae langsung memeluk bahunya.

“Kau tidak akan kesepian. Aku akan datang setiap hari.” Janji Donghae.

“Jeongmal?! Kau baik sekali.”

“Ye, aku janji. Kau kan temanku.” Donghae mengeratkan pelukannya pada Sungmin sebelum mengucapkan selamat. Di luar Heechul sudah mengetuk pintu, mengisyaratkan Donghae supaya cepat keluar. Orang tua mereka sudah menunggu.

“Kau harus cepat sembuh.” Pesan Donghae.

“Tentu saja.”

Donghae memeluk Sungmin sekali lagi kemudian berjalan pelan meninggalkan kamar Sungmin. Sesekali ia masih menoleh ke arah Sungmin sambil melambaikan tangan. Hatinya begitu berat meninggalkan Sungmin. Apalagi jika mengingat penyakit dan cerita pilu masa lalu Sungmin, membuat Donghae ingin menghiburnya setiap hari.

Sungmin melambaikan tangannya dan tersenyum pada Donghae sebelum tangan Donghae ditarik Heechul dan sosok sahabatnya itu menghilang seiring dengan pintu kamarnya yang tertutup. Akhirnya ia sendirian lagi. Sungmin jadi merasa kalau ia memang ditakdirkan untuk sendirian.

Semua orang yang dekat dengannya pergi meninggalkannya. Orang tuanya, hyungnya, dan baru saja, Donghae. Sahabatnya yang sudah jadi seperti saudara.

Sungmin tersenyum getir mengingat hidupnya selama ini. Bahkan bagian tubuhnya sendiri juga seperti ingin meninggalkannya. Penyakit hati dan asma ini sungguh menyiksa.

~@.@~

Donghae tidak berhenti berlari untuk merayakan kesembuhan lututnya. Walaupun di sekolah sudah bermain sepak bola sampai harus bolos pelajaran yang lain, Donghae masih merasa kurang. Akhirnya pulang sekolah pun ia memilih untuk berlari.

Senandung nada abstrak terus mengalir dari bibir Donghae. Sesekali ia melihat lututnya, menekuknya ke belakang, memastikan kalau sudah pulih seutuhnya. Ya, lututnya sudah sembuh sekarang. Ia bahkan sudah mencetak lima gol saat pertandingan futsal tadi.

Donghae benar-benar memperhatikan jalan saat akan menyebrang di tempat ia kecelakaan sebulan lalu. Akibat kejadian itu dia cukup trauma.

BRUKK! Donghae kembali ditabrak seseorang setelah berjalan lagi di trotoar. Donghae terjerembab, tapi tidak menyebabkan luka apapun. Orang yang menabrak Donghae memang tidak ikut tersungkur, tapi ia juga membungkuk untuk memunguti barangnya yang jatuh.

Donghae segera berdiri untuk ikut membantu orang itu. Ia memungut dua buah labu yang tergeletak di dekat kakinya.

“Whoa!” Donghae berseru pelan saat menyadari belanjaan orang itu ternyata labu semua. “Sweet pumpkin.” Gumam Donghae. Ia jadi teringat Sungmin.

Orang itu mengambil labunya dari tangan Donghae. Saat ia mendongak, membuat Donghae berjengit dan menegakkan punggungnya.

“NEO?!”

Orang itu tidak menjawab. Ia hanya menatap Donghae garang. Tatapan menusuk penuh intimidasi khas para preman.

“Wae? Kaget karena aku tidak dipenjara?” ucap orang itu kasar.

Donghae mencoba meredakan rasa takut yang sempat menyelimutinya. Di hadapannya saat ini adalah preman muda yang menabraknya bulan lalu. Yang membuat tempurung lutut Donghae bergeser. Donghae teringat ucapan Heechul yang mengatakan kalau penabraknya sudah ditangkap polisi. Namanya Kangin kan kalau ingatan Donghae tidak salah.

“Kangin hyung?” tebak Donghae.

“Jangan memanggilku sok akrab begitu. Menjijikkan. Kita tidak saling kenal. Dan kalau kau harap aku akan minta maaf apalagi bertanggung jawab, kau salah besar.”

Donghae terdiam. Ia kembali merasa terancam. Bisa gawat kalau Kangin sampai melayangkan bogem mentah padanya.

“Kau suka labu?” tanya Donghae basa-basi, berharap sikap Kangin akan melunak.

Kangin tidak menjawab. Ia memasukkan labu terakhirnya ke keranjang.

“Ibuku bisa memasak labu yang sangat enak lho!” promosi Donghae.

Kangin hanya mendengus dan tersenyum sinis, seolah mengatakan kepada Donghae supaya jangan bersikap sok ramah. Tapi, Donghae memang ingin beramah-tamah. Ia tidak mau Kangin membencinya dan balas dendam karena ia dibawa ke kantor polisi.

“Dasar bayi!” cela Kangin kemudian melangkah pergi.

“Kau mau pergi? Yeah, aku juga harus pergi. Labumu mengingatkanku kalau aku harus segera menemui seseorang.” Ucap Donghae tanpa diperhatikan oleh Kangin.

Donghae hanya menghela napas panjang saat Kangin berbelok ke gang kumuh beberapa meter dari sana. Lega juga berpisah dari Kangin. Donghae melanjutkan lagi langkahnya sambil bersiul sesekali. Tidak sabar memberi tahu Sungmin tentang harinya saat ini.

~@.@~

“Bagaimana keadaanmu hari ini?” tanya Donghae kepada Sungmin. Mereka duduk di bangku taman rumah sakit sambil menikmati pemandangan pepohonan musim semi yang mulai menghijau.

“Sangat baik. Kau sendiri? Sudah bisa main sepak bola?”

“Tentu saja. Kau tahu? Aku mencetak hat trick saat sepak bola dan memborong lima gol saat futsal.” cerita Donghae dengan semangat penuh.

“Wow! Kau hebat sekali.”

“Sudah pasti.” Donghae menepuk dadanya penuh kebanggaan. “Hei, sudah menentukan hadiah untuk ulang tahunmu?”

“Bukankah aku sudah menjawabnya?”

“Apa? Kembang api? Hanya itu saja?”

“Hmmm, entahlah. Lagipula aku tidak terlalu suka ulang tahunku.”

“Wae?! Itu kan hari istimewa.”

“Apa kau masih bisa mengatakan hari istimewa kalau orang tua dan hyungmu meninggalkanmu sekaligus di hari ulang tahunmu? Kalau sudah begitu apa ulang tahunku masih bisa dibilang istimewa?” cecar Sungmin lirih walaupun wajahnya tampak tenang.

Donghae hanya mematung sambil menatap langit. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan Sungmin. Nalarnya tidak sanggup untuk menemukan jawaban yang tepat.

“Orang tuamu sudah tenang di alam sana Sungmin. Itu takdir.” Ujar Donghae setelah agak lama.

“Lalu hyungku? Aku yakin ia pasti sangat membenci ulang tahun kami.”

Donghae terdiam lagi. Pernyataan Sungmin selalu membuatnya terpojok.

“Bagaimana kalau ia kembali? Apa ulang tahun kalian akan jadi menyenangkan lagi?” tanya Donghae, mencoba mengubah persepsi Sungmin tentang hari ulang tahunnya supaya ia tidak larut dalam kesedihan.

“Mungkin. Tapi, itu mustahil. Kau tidak tahu bagaimana tatapan yang terpancar di wajah hyungku waktu itu.” Sungmin menunduk. Hatinya sakit setiap mengingat kejadian itu. Mata tajam hyungnya menatapnya dengan penuh kebencian yang tidak berujung.

Donghae merengkuh bahu Sungmin. Kalau keadaannya sudah begini, ia selalu berharap bisa membawa keajaiban untuk Sungmin. Dia yang punya keluarga utuh dan penuh kebahagiaan benar-benar iba melihat Sungmin yang kesepian dan sebatang kara.

“Apa kau tidak pernah berusaha mencari hyungmu?” Donghae bertanya setelah menimbang agak lama.

“Aku bahkan tidak ingat sudah berapa kali saking seringnya aku mencari.”

Donghae mengangguk. Ia merasa bodoh telah melontarkan pertanyaan tadi. Pastinya Sungmin akan mati-matian mencari hyungnya. Sudah bisa terbaca bagaimana perasaan Sungmin pada hyungnya.

“Tenang saja. Semua pasti akan kembali seperti semula.” Hibur Donghae akhirnya. Ia tidak bisa melakukan hal lain selain menghibur Sungmin dan berdoa.

“Kau tidak pulang? Ini sudah sangat sore.” Tegur Sungmin. Langit memang sudah berwarna jingga sekarang.

“Ye, tentu. Ayo!”

Sungmin dan Donghae berjalan beriringan masuk kembali ke gedung rumah sakit. Donghae mengantar Sungmin ke kamarnya dan mereka berpisah di sana setelah Donghae berjanji akan berkunjung lagi besok.

“Donghae!” Donghae membelokkan langkahnya ke arah suara yang memanggilnya. Pria berpakaian serba putih dengan senyum manis tersungging sedang melambai ke arahnya.

“Dokter Leeteuk!” seru Donghae kemudian menjabat tangan Leeteuk.

“Panggil aku hyung saja. Kau kan sudah bukan pasien di sini lagi.”

“Arasseo, Teuki hyung.”

“Teuki hyung boleh juga. Dari menjenguk Sungmin?”

“Nde, dan aku meninggalkannya dalam kesedihan. Aku selalu keceplosan menanyakan keluarganya.” Sesal Donghae.

“Dia memang sensitif. Tiga hari lagi ulang tahunnya, mau memberinya kejutan?”

“Tentu saja. Tapi, aku masih belum punya rencana.”

“Jangan sampai membuat asmanya kambuh!”

Donghae terkekeh pelan, “Ye, ye. Tenang saja. Hmm, Teuki hyung bisa kita bicara? Mungkin dari sana aku bisa mendapat inspirasi.”

“Tentu. Tentang apa?”

“Tentang Sungmin dan keluarganya.”

“Baiklah!”

Leeteuk menarik lengan Donghae ke arah ruang kerjanya. Lebih enak mengobrol di sana sambil duduk dan minum teh daripada di lorong rumah sakit begini.

~@.@~

“Hyung, boleh aku pinjam komputermu sebentar?” Donghae beringsut ke samping Heechul yang sedang serius merenungi komputer di kamarnya.

“Anni! Semua barangku yang kau sentuh pasti akan tamat.”

“Ayolah, hyung! Aku harus mencari sesuatu.”

“Apa?”

“Sudahlah. Cukup izinkan aku browsing sebentar saja.” Donghae memaksa sambil mendorong Heechul supaya menjauh dari hadapan komputer.

“Dongsaeng keras kepala! Memang kau mau mencari apa sih? Tidak biasanya. Sini, biar aku carikan! Jangan sampai kau menyentuh apapun!”

Donghae mendesah pasrah. Tidak apa. Anggap saja Heechul sedang membantunya.

“Coba kau search nama Kim Youngwoon!” Pinta Donghae.

“Kim Youngwoon?” Heechul bertanya sambil mengetikkan nama di kotak pencarian.

“Dia kakak Sungmin. Kuharap dengan mencarinya lewat internet kita bisa menemukannya.”

Donghae memelototi layar komputer dengan seksama. Dia yakin sudah memperhatikannya dengan sangat baik-baik, tapi tidak ada results yang merujuk pada nama Kim Youngwoon yang Donghae maksud. Donghae sempat memekik girang begitu ada nama Kim Youngwoon. Tapi, ternyata dia adalah ahjussi seumuran ayahnya. Padahal menurut Leeteuk, Youngwoon hyung Sungmin, hanya selisih setahun dengan Sungmin.

“Apa hyung Sungmin lelaki berusia empat puluhan? Lalu umur Sungmin sendiri berapa?” gumam Heechul yang membuat Donghae meliriknya sebal.

Donghae mendengus kecewa. Kemana ia bisa mencari hyung Sungmin? “Coba hasil selanjutnya hyung!”

Heechul menuruti permintaan Donghae. Tiba-tiba saja ia ikut penasaran juga. Akhirnya kakak beradik itu terus browsing di internet sampai larut malam. Heechul sampai lupa kalau ia harus mencari tugas kuliah.

“Aish! Tidak ketemu juga!” sungut Heechul emosi. “Kenapa sih kau ngotot sekali menemukan hyung Sungmin, si Kim Youngwoon ini?”

“Aku ingin membuat kejutan untuk Sungmin. Tiga hari lagi ulang tahunnya.”

Heechul menatap Donghae yang masih serius menatap layar komputer. Dongsaengnya yang satu ini memang sangat baik.

“Apa aku harus menyebar pamflet di jalanan dan memasang iklan?” gerutu Donghae frustasi.

Heechul terkekeh pelan. “Mungkin saja.”

“Tapi, bahkan aku tidak punya fotonya-AHA!!!”

Seruan Donghae membuat Heechul yang sedang menguap berjengit kaget dan segera menjitak kepala Donghae.

“YAK! Kenapa kau teriak?”

“Aku punya ide bagus hyung!” Donghae mencengkram bahu Heechul kuat-kuat dan memeluknya erat. Ia seperti baru mendapat tanda tangan dari Zinedine Zidane.

“Yaa! Lepaskan!” Heechul mendorong tubuh Donghae menjauh. Sementara Donghae masih tersenyum gembira dan melangkah menuju kamarnya.

~@.@~

“Aku benar-benar babo!” rutuk Donghae pada dirinya sendiri.

Hari ini Donghae sedang berjalan sambil bersiul di lorong rumah sakit. Ia akan menjenguk Sungmin, tentu saja. Tapi, ia tidak dapat menemukan Sungmin dimanapun. Kamarnya kosong, di taman tidak ada, toilet kosong. Sungmin lenyap begitu saja. Akhirnya Donghae memilih mencari Leeteuk. Dokter itu pasti tahu Sungmin dimana.

Donghae membelokkan langkahnya ke kantin rumah sakit karena menurut seorang perawat, Leeteuk sedang makan siang di sana.

“Teuki hyuuung!” Donghae menepuk bahu Leeteuk keras, bermaksud mengagetkannya. Benar saja, ramen di mulut Leeteuk langsung menyembur keluar.

“Lee Donghae!!! Kau mau membunuhku?!” protes Leeteuk.

Donghae memberi selembar tisu supaya Leeteuk bisa membersihkan mulutnya sambil tersenyum meminta maaf.

“Jwaesonghamnida. Aku tidak tahu kalau reaksi hyung akan seperti ini.” Sesal Donghae.

Leeteuk mendecak sebal seraya meminta selembar tisu lagi. Donghae memberinya masih disertai dengan senyum penyesalan.

“Ada apa?” tanya Leeteuk setelah membersihkan mulutnya.

“Aku tidak menemukan Sungmin dimanapun. Dia pergi kemana?” tanya Donghae sambil menopang dagu dengan tangannya.

Raut wajah Leeteuk berubah serius, membuat tubuh Donghae menegang. Jangan bilang sesuatu yang buruk terjadi pada Sungmin! “Wae? Sungmin baik-baik saja kan?”

“Tiba-tiba semalam kondisinya drop. Ia ada di UGD. Sepertinya ia stress.”

“Kenapa bisa begitu?”

“Entahlah. Ia tidak bicara apapun. Apa ia tidak cerita sesuatu padamu?”

Donghae menggeleng. “Kemarin kami hanya mengobrol seperti biasa.”

“Apa yang kalian bicarakan?”

“Hmm, ulang tahunnya dan sedikit tentang keluarganya.”

Leeteuk menarik napas panjang. Sepertinya ia mulai mengerti apa yang membuat Sungmin kepikiran sampai seperti ini. “Kurasa dia merindukan keluarganya.”

Donghae menggumam sambil mengangguk. “Hyung, aku sudah punya rencana untuk ulang tahun Sungmin. Boleh aku minta foto keluarganya?”

“Hmm, kurasa aku punya. Nanti akan kucarikan.”

“Gomawo, hyung. Boleh aku menjenguk Sungmin?”

“Ye, tapi kau tidak boleh masuk. Melihat dari luar saja.”

Donghae mengangguk tanda tidak keberatan. Ia menunggu Leeteuk membayar makan siangnya baru mereka pergi bersama-sama ke ruangan Sungmin.

~@.@~

Donghae bisa menangkap ekspresi kesepian yang terpancar dari wajah Sungmin walaupun ia hanya memperhatikan dari luar dengan penghalang kaca bening lebar. Kulit Sungmin tampak sangat pucat dan tubuhnya begitu rapuh dengan berbagai selang yang terhubung dimana-mana.

Donghae memegagangi dadanya. Ia seolah bisa merasakan sakit yang Sungmin derita. Sampai-sampai Donghae tidak sadar air matanya menetes hingga Leeteuk menyodorkan sapu tangan padanya.

“Berkali-kali ia mengigaukan nama Youngwoon.” Lirih Leeteuk yang ikut menatap iba.

Donghae bisa mengerti kalau Sungmin pasti sangat merindukan hyungnya. Besok ulang tahun mereka yang selalu dirayakan bersama-sama. Namun, menadari kenyataan bahwa ia kehilangan segalanya di hari ulang tahunnya benar-benar membuatnya frustasi.

“Bagaimana caraku mengubahnya, Lee Sungmin?” gumam Donghae sambil menempelkan tangannya di kaca. Ingin sekali ia menghibur Sungmin di dalam. Donghae sangat menyukai senyum dan keceriaan Sungmin dan ia sangat ingin melihat hal itu lagi.

Leeteuk menepuk pundak Donghae. Mengajak Donghae pergi dari sana. Sudah cukup lama mereka memperhatikan Sungmin yang tidak sadarkan diri.

“Besok datanglah lagi kemari. Aku akan memberikan foto yang kau minta.”

Donghae mengacungkan jempolnya dan berjalan gontai meninggalkan rumah sakit. Tiba-tiba saja perasaannya menjadi tidak enak. Ia tidak pernah bisa berhenti memikirkan Sungmin.

Donghae menengadahkan kepalanya untuk menatap langit. Mencoba menyelipkan doanya ke antara gumpalan awan yang beriak di angkasa. Keinginannya untuk kesembuhan Sungmin melebihi keinginannya yang lain.

BRUUUK!

“Ouch!” Donghae memegangi bahunya yang terasa nyeri karena berhantaman dengan bahu orang lain. “Mianhamnida.” Ucap Donghae sambil membungkuk. Ia kehilangan konsentrasinya.

“Kau lagi?!”

Donghae mendongak untuk melihat orang yang ditabraknya. Sial! Ia bertemu Kangin lagi. Kenapa sering sekali ia bertabrakan dengan Kangin?

“Maaf. Aku tidak sengaja.”

Donghae sudah akan berjalan menjauhi Kangin. Firasatnya mengatakan hal buruk kali ini, tapi dengan sigap Kangin menarik kerah belakang baju Donghae kasar, membuat Donghae mundur dan nyaris terjengkang.

“Kau pikir bisa semudah itu?”

“Maaf. Tapi, aku tidak sedang cari masalah denganmu.”

Donghae mencoba menghindar. Percuma kalau dirinya berkelahi dengan Kangin. Dijamin seratus persen kalah.

Kangin sudah mengangkat tinjunya, Donghae menunduk pasrah. Donghae sudah pernah masuk rumah sakit dan ternyata tidak begitu buruk. Ia siap opname untuk yang kedua kalinya.

“HYAAA!” teriakan dari suara yang Donghae kenal membuat Kangin mengendurkan kepalan tangannya. Donghae membuka matanya dan melihat Heechul berlari ke arahnya. Untunglah ia bisa selamat.

“Mau apa kau pada dongsaengku?” geram Heechul sambil menarik lengan Donghae mundur dua langkah.

Kangin hanya tersenyum sinis dan kembali menatap mereka berdua tajam. Walaupun dua lawan satu, kakak beradik itu tidak akan menang jika lawannya Kangin.

“Jangan macam-macam! Atau aku akan lapor polisi!” Heechul mengeluarkan ponselnya, menekan 911 dengan sikap waspada.

Kangin kembali tersenyum sinis dan menggumamkan sesuatu yang tidak jelas kemudian berjalan menjauh. Sosoknya menghilang ke belokan kecil yang kumuh.

Donghae dan Heechul menarik napas lega. Mereka sempat sport jantung takut benar-benar dihabisi Kangin tadi.

“Untung saja ada hyung!”

“Lain kali kau pulang lewat jalan lain saja.” Nasehat Heechul. “Jangan pernah lewat sini lagi! Arasseo?”

Donghae mengangguk mengiyakan. Ia juga tidak mau habis untuk yang kedua kalinya.

~@.@~

Berulang kali Donghae mengerjapkan mata tidak percaya saat melihat foto yang ia terima dari Leeteuk.

“Ini Kim Youngwoon?” ulang Donghae untuk yang ke dua puluh lima kalinya. Membuat Leeteuk bosan untuk menjawab ya.

“Kau tidak percaya padaku?” Leeteuk menggeram sebal.

“Ah, ye arasseo.” Donghae mengangguk lagi. Ia mengamati foto itu beberapa detik kemudian berlari dari ruangan Leeteuk. Membuat Leeteuk tercengang dengan sikapnya.

~@.@~

Donghae menghentikan kakinya di depan gang kumuh tempat ia sering bertemu dengan Kangin. Ia memegangi dadanya yang terasa sesak karena kebanyakan berlari sekaligus gugup.

Ia menatap penuh keraguan ke arah gang itu. Gang itu begitu suram dan sunyi dengan rumah-rumah kumuh yang berjejalan. Apakah Donghae harus memasuki gang ini?

Donghae menarik napas dalam, ia begitu takut. Bagaimana kalau Kangin tidak bisa diajak bicara dan malah menghajarnya? Tapi, Sungmin? Bukankah Donghae sudah berjanji untuk membahagiakan Sungmin lagi? Donghae menarik napas lagi, mempersiapkan mental dan fisiknya. Ia menghentakkan kakinya ke tanah berharap dengan begitu ia bisa lari sekencang mungkin kalau ada sesuatu yang tidak diinginkan.

Dengan langkah pelan, Donghae mulai memasuki area itu. Sejauh ini sih tidak ada masalah. Tidak ada bogem mentah yang nyasar ke wajah Donghae. Hanya beberapa orang dengan wajah sinis yang menatapnya penuh minat.

Donghae menghentikan langkahnya tepat di depan lima orang berpakain ala punk yang bercengkrama di teras sebuah rumah.

“Aku sedang mencari Kangin. Apa kalian mengenalnya?” tanya Donghae takut-takut sambil terus memanjatkan doa dalam hati.

Tidak ada yang menjawab. Mereka hanya saling pandang satu sama lain. Tiba-tiba pandangan mereka-termasuk Donghae-berkumpul ke satu arah saat sebuah pintu terbuka. Donghae berubah senang sekaligus khawatir.

Kangin menatap Donghae dari bawah ke atas dengan pandangan heran. Tidak menyangka melihat Donghae berdiri di hadapannya.

“Ikut aku!” Donghae langsung menarik tangan Kangin. Kangin yang masih tercengang tidak berontak sama sekali. Ia baru melepas tangannya begitu tiba di mulut gang.

“Kenapa kau menarikku? Mau balas dendam?” tantang Kangin.

“Kau harus bertemu Sungmin. Aku mohon!” pinta Donghae to the point.

Mendengar nama Sungmin, Kangin mendadak terdiam. Tubuhnya kaku. Donghae bisa melihat bahunya bergetar.

“Tidak!” Kangin membalik tubuhnya, berniat pergi, tapi Donghae langsung menghalangi jalannya.

“Dia sedang sakit parah sekarang. Porphyria! Dia benar-benar merindukanmu!”

Kangin menatap Donghae tajam. Ia tidak mengerti apa yang Donghae katakan.

“Kau tidak tahu kan? Dia sakit sudah sejak lama. Jauh sebelum orang tua kalian meninggal.”

Kangin mendorong bahu Donghae ke samping. Membuat Donghae terhuyung dan membuka jalannya.

“Kim Youngwoon! Aku mohon! Temuilah Sungmin! Dia tidak bersalah! Mungkin hidupnya sudah tidak lama lagi!” jerit Donghae. Ia berharap Kangin akan menoleh, tapi ternyata harapannya tidak terkabul sama sekali.

~@.@~

Donghae melihat Sungmin sedang duduk di ranjangnya sambil menatap ke luar jendela melalui celah pintu kamar Sungmin. Ia tidak berani masuk untuk menemui Sungmin.

Sungmin dipindah ke kamarnya lagi pagi tadi. Ia menolak dirawat di UGD. Alasannya, ia akan tetap sama seperti itu. Keadaannya tidak akan membaik, malah semakin parah. Jadi, mau dirawat dimanapun sama saja.

Perlahan, Donghae melangkahkan kakinya menjauh. Dia tidak berani menemui Sungmin karena merasa tidak bisa menepati janjinya untuk membuat Sungmin tersenyum lagi.

Tadi, Donghae sampai rela bolos sekolah untuk menemui Kangin. Mencoba membujuknya sekali lagi supaya mau bertemu Sungmin. Dan hasilnya tetap tidak berubah. Kangin tetap tidak bergeming. Ia menolak menemui Sungmin. Tidak peduli sekarang hari ulang tahun mereka.

Donghae berhenti berjalan setelah memasuki mini market. Ia mengambil beberapa kaleng jus dan makanan ringan. Tidak lupa ia memasukkan satu set kembang api ke kotak belanjaannya. Walaupun rencana untuk mempertemukan Sungmin dengan Kangin gagal, Donghae tidak harus melupakan ulang tahun Sungmin kan?

~@.@~

Kangin melayangkan pukulan ke sasak tinjunya hingga cairan berwarna merah tua keluar dari buku-buku jarinya. Peluhnya sudah mengalir memenuhi sekujur tubuhnya. Pikiran Kangin tidak bisa lepas dari masa lalunya. Tentang dirinya, orang tuanya, dan adiknya.

Betapa ia sangat membenci Sungmin. Gara-gara Sungmin ia harus kehilangan orang tuanya. Mereka lebih mementingkan Sungmin dibanding dirinya.

Tiba-tiba, perkataan bocah menyebalkan bernama Donghae terlintas di benaknya. Walaupun hanya sekilas, tapi begitu membekas. Umur Sungmin tidak lama lagi! Benarkah?

Kangin sudah mencari tentang porphyria di internet. Ia cukup shock saat mengetahui bahwa Sungmin menderita penyakit seperti itu. Mungkinkah waktu itu orang tuanya pergi karena penyakit Sungmin kambuh?

Kangin meninju sasaknya berkali-kali sampai akhirnya ia ambruk. Setetes air mata keluar dari sudut matanya sebelum akhirnya ia menangis sejadi-jadinya.

~@.@~

Sungmin hanya terduduk di ranjangnya sambil memegangi ulu hatinya yang nyeri luar biasa. Sekarang hari ulang tahunnya, tapi terasa sepi sekali. Leeteuk sudah memberinya ucapan selamat, tapi ia tidak memberi yang lain. Donghae juga seharian ini tidak datang. Benar kan kalau ia tidak diinginkan. Apa ia akan mati sebentar lagi?

PFYUUU! DUARRR!

Sungmin segera turun dari tempat tidur dan bergegas membuka jendela kamarnya. Ia melihat sekelebat cahaya yang meledak indah di angkasa walau hanya sekejap.

DUAARRR! DUARRR!

Kilauan warna kembali muncul di langit. Membuat Sungmin senang sekaligus bingung. Siapa yang menyalakan kembang api ini?

“Lee Sungmiiin!”

Sungmin menundukkan kepalanya ke bawah. Ia bisa menangkap sosok Donghae yang sedang melambai ke arahnya. Aigo! Seharusnya Sungmin sudah bisa menduga ini pekerjaan Donghae.

“Saengil chukahamnida!” jerit Donghae kemudian satu kembang api melesat lagi ke angkasa.

Sungmin mengulas senyum. Seharusnya ia tahu kalau masih ada yang peduli padanya walaupun hatinya tiba-tiba nyeri berkali-kali lipat lebih sakit.

~@.@~

Donghae menyulut kembang apinya yang terakhir kemudian membuang bungkusnya ke tempat sampah. Sungmin sudah melambaikan tangannya, memintanya masuk.

“Boleh aku bergabung merayakan pesta?”

Donghae sedikit berjengit mendengar suara ini. Suara yang dulu ia hindari, tapi sekarang sangat diharapkan kehadirannya. Ialah kado special dari Donghae untuk Sungmin.

“Kangin hyung?!” pekik Donghae tidak percaya. Ia langsung menerjang Kangin untuk memeluknya dan mengucapkan terima kasih berkali-kali.

“Hya! Kenapa kau jadi seperti ini?” Kangin melepaskan diri dari pelukan Donghae yang sekarang mulai terisak.

“Aku terharu sekali kau mau datang.”

Kangin menarik sudut bibirnya membentuk seulas senyum. Entah pikiran apa yang merasukinya sehingga ia sadar bahwa ia begitu merindukan Sungmin. Sebenarnya ia tahu Sungmin tidak bersalah terlepas dari kenyataan Sungmin mempunyai penyakit parah. Tapi, kekecewaannya menutupi kenyataan itu.

Donghae menarik tangan Sungmin dengan semangat masuk ke gedung rumah sakit. Mereka sempat berpapasan dengan Leeteuk yang juga sedang menuju ruangan Sungmin sambil menenteng tart blackforest. Membuat Leeteuk tercengang dan nyaris menjatuhkan kuenya. Untung refleks Donghae bagus sehingga ia bisa menangkapnya.

“Youngwoon!!” Leeteuk langsung memeluk Kangin dengan erat. Membuat Kangin kembali tersadar kalau ia masih punya keluarga yang lain selain orang tuanya.

“Bagaimana kalau dilanjutkan nanti saja? Sungmin pasti sudah menunggu di dalam.” Ujar Donghae menyadarkan Leeteuk yang berurai air mata. Mereka mengangguk dan kembali melangkah ke kamar Sungmin dengan tangan Leeteuk yang terkalung di leher Kangin.

“Sungmin?” Donghae memasukkan kepalanya ke celah pintu yang ia buka sedikit.

“Donghae! Masuklah! Terima kasih kembang apinya.”

Donghae tidak segera melangkahkan kakinya mendekat. Ia masih berdiri di ambang pintu dengan senyum super lebar yang membuat Sungmin bingung.

“Aku masih punya kejutan yang lain!”

Dahi Sungmin berkerut. Tiba-tiba saja jantungnya berdebar. Kejutan apa lagi ini?

“Saengil chukahamnida…”

Sungmin tersenyum melihat Leeteuk masuk sambil menyanyikan lagu ulang tahun dengan membawa sebuah tart dengan sebuah lilin berwarna pink yang menyala.

Kerutan di dahi Sungmin bertambah saat melihat masih ada orang lain yang berjalan di belakang Leeteuk. Topi yang menutupi sebagian wajah orang itu membuat Sungmin tidak mengenalinya. Tapi, Sungmin merasa begitu dekat dengan sosok itu.

“Saengil chukaeyo Sungmin-ah!” ucap Leeteuk kemudian mencium pipi kiri Sungmin.

“Gomawo hyung!” balas Sungmin tulus, tapi matanya masih terpusat pada sosok itu.

“Saengil chukae nae dongsaeng!” orang itu membuka topinya, membuat Sungmin langsung melompat dan memeluknya erat.

“Youngwoon hyung!”

Kangin membalas pelukan Sungmin. Sekarang hatinya terasa begitu lega.

“Hyung, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bermaksud….”

“Arassseo. Seharusnya aku yang minta maaf. Tidak seharusnya aku seperti itu.”

“Penyakit ini memang membuatku tidak berguna hyung!”

Kangin menatap Sungmin tajam. Tidak setuju dengan ucapan Sungmin tentang dirinya sendiri.

“Jangan pernah berkata seperti itu!”

Mereka berpelukan begitu lama. Mengabaikan Donghae dan Leeteuk yang memperhatikan sambil menahan air mata haru.

“Dramatis sekali!” komentar Donghae sambil mengelap matanya dengan lengan kemeja.

“Terima kasih Donghae-ya.”

Donghae menoleh kebingungan ke arah Leeteuk. “Untuk apa?”

“Ini semua berkat kau.” Leeteuk menunjuk Kangin dan Sungmin yang masih berpelukan erat. Donghae terkekeh pelan. Senang semua rencananya berjalan sukses.

Donghae dan Leeteuk beringsut menjauh. Memberikan privasi pada dua orang itu. Dalam hati Donghae masih heran juag. Tidak percaya kalau ternyata Kangin si preman itu adalah Kim Youngwoon kakak Sungmin.

~@.@~

“Dimana kau bertemu Youngwoon?” tanya Leeteuk sambil membuka botol jus yang tadi dibeli Donghae. Mereka sedang berbincang di taman sekarang.

“Dia preman yang menabrakku sampai aku masuk rumah sakit ini.”

“Jinca?”

“Ne, ternyata dunia begitu sempit ya hyung?”

“Ye. Kau tahu? Aku jadi merasa kau masuk rumah sakit ini memang sudah ditakdirkan.”

“Mwo?”

“Ye, kau adalah perantara dari Tuhan agar Sungmin dan Youngwoon bertemu kembali.”

Donghae mengernyit mendengar perkataan Leeteuk. Terdengar konyol sekaligus membanggakan. Tapi, memang misinya supaya Sungmin tersenyum lagi memang sudah terselesaikan.

Donghae tersenyum bangga. Ia bersulang dengan Leeteuk sambil mengamti kamar Sungmin dari bangku taman.

~The end~

14 tanggapan untuk “|FF PROJECT| To Get Your Cheeriness Back”

  1. woooa… daebak… keren… bagus… apalagi yah… pokoknya ni ff bagus banget nget nget, menyentuh juga…

  2. komentnya sama kayak diatas!!!
    terharu!!!!
    eits!!!tapi aku gk nangis ye!!!*siapa juga yang nanya??? eihh!!!*

  3. sumpahhhhh!!!! nih ff kren bngt dahhhhhhh…
    w cinta bngt ma teuki..dy jadi dokter
    author….!!! laki w jd dokter..hahaha*dilempar kue sm author*

  4. Wah, ffnya daebak!
    Author jjang!
    Tapi ada sedikit kritik nih, ceritanya kan sungmin n kangin itu sodara. Tapi kok marganya beda? Lee Sungmin n Kim Youngwoon?
    Tapi overall ceritanya keren 🙂

  5. sebenernya bacanya udah lama banget,,tapi baru bisa coment sekarang. mian ya thor.. ^bungkuk-bungkuk..

  6. NANGISSSS T.T
    uri SUNGMIN kasian amattt 😥
    oppa, aku disini untukmu.
    berterimaksih bgt endingnya MING ga dibikin pergi ninggalin dunia 🙂
    kerenn bgt ceritanya, super duper kerennnn 😀

  7. Aah.. Bagus bagus. Joha 😀 cast nya gag biasa 😀 sprti sungmin dan donghae. Kangin dan sungmin. Heechul dan donghae 😀 tp, nasib umin slnjutnya gmn ? :-/

Tinggalkan Balasan ke kangin's wife Batalkan balasan