Author : Phoelfish
Judul/Title : |FF PROJECT| To Get Your Cheeriness Back
Genre : Friendship
Kategori : Family
Type : Contest
Tags : Lee Sungmin, Lee Donghae, Leeteuk, Kim Youngwoon, Kim Heechul
Donghae menatap ruangan serba putih di sekelilingnya ini bosan. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain berbaring. Hidup benar-benar hampa tanpa PC, DVD player dan sepak bola.
Hyungnya, Heechul, memang sudah memberinya PSP, tapi Donghae benar-benar membuat PSP di sampingnya menganggur. Bagaimana ia bisa main game kalau jari tengah dan telunjuk kanannya patah? Donghae tidak biasa memainkan dengan tangan kiri karena ia bukan kidal.
Baru seminggu berada di rumah sakit sudah membuatnya muak. Lagipula siapa juga yang mau masuk rumah sakit? Kalau tidak karena jari tengah dan kelingkingnya, dan yang paling parah, tempurung lutut kirinya yang bergeser sehingga membuatnya tidak bisa jalan tanpa bantuan kruk. Memakai kruk saja Donghae masih kewalahan.
Donghae menyesal meminta Heechul untuk kembali ke rumah. Padahal tadi Heechul sudah memaksa menemani Donghae. Kalau ada Heechul paling tidak ia tidak akan kesepian. Tapi, tidak mungkin Donghae membuat kakaknya itu bolos kuliah.
“Aish!” Akhirnya Donghae memilih meraih kruknya yang terletak bersandar di sisi ranjang. Dengan susah payah dan meringis menahan sakit, ia mencoba turun dari ranjang. Mungkin menghirup salju musim dingin di luar bisa sedikit menghiburnya.
Donghae tersenyum beberapa kali kepada dokter dan para suster saat ia berjalan di loron. Dengan menyapa mereka Donghae jadi merasa tidak sendirian. Ia heran mengapa tidak ada remaja yang seumuran dengannya di sini. Ini kan bukan rumah sakit khusus lansia.
Padahal sudah dua hari ini Donghae berharap mendapat teman yang bisa diajak untuk menghabiskan waktu. Orang tua Donghae cukup sibuk dengan pekerjaan mereka yang tidak bisa ditinggalkan. Sementara hyung Donghae masih harus kuliah. Mereka mungkin baru menjenguk sore atau malam hari.
Donghae benar-benar kesulitan saat akan menuruni tangga walaupun di hadapannya hanya ada tiga anak tangga. Salah satu alasan kenapa Donghae membutuhkan teman, paling tidak ia tidak akan tergelincir. Biasanya ada Heechul yang membantunya.
“AWAS!”
Donghae sudah siap menambah gips di kakinya saat kruknya terlepas dari cengkramannya. Donghae memejamkan mata. Pasrah. Di otaknya sudah berkelebat bayangan meja operasi dan wajah dokter Leeteuk.
Ia merasakan cengkraman kuat di kedua lengannya. Apa ia sudah digotong ke ruang gawat darurat? Tapi, ia tidak merasakan sakit di bagian tubuhnya.
“Gwaenchanha?”
Donghae membuka matanya perlahan. Ia mengeluarkan napas lega saat mengetahui tubuhnya tidak terhempas ke tanah. Seseorang berhasil menahannya.
Orang itu-yang Donghae bingung namja atau yeoja-menegakkan kembali tubuh Donghae dan menuntun Donghae berjalan ke bangku kayu di taman rumah sakit. Dengan sangat hati-hati, ia membantu Donghae duduk.
“Gamsa hamnida!” ucap Donghae sambil membungkukkan punggungnya sedikit.
“Cheonmaneyo.” Orang itu tersenyum.
Ouh, ternyata dia namja, batin Donghae. Bisa diketahui dari suaranya yang berat dan jakun yang mencuat di lehernya.
“Lain kali minta keluargamu untuk membantumu. Bahaya sekali kalau kau berjalan sendirian.” Nasehat orang itu.
“Keluargaku sedang tidak ada. Mereka harus bekerja.”
“Ohh! Kalau begitu mintalah bantuan suster di sini. Atau kau bisa memakai kursi roda.”
“Aku tidak suka kursi roda. Membuat bokongku panas karena kebanyakan duduk.”
Orang itu terkekeh mendengar alasan Donghae. Donghae sedikit tercengang melihatnya. Orang ini kenapa manis sekali? Dia imut seperti yeoja.
“Aku belum pernah melihatmu.” Ucap Donghae setelah memandangi orang itu lekat-lekat. Orang itu benar-benar terlihat asing. Donghae belum pernah melihatnya di rumah sakit ini. Kemeja biru muda yang ia kenakan sama seperti yang dipakai Donghae. Menandakan kalau orang itu juga pasien di rumah sakit ini.
“Aku pasien baru di sini. Baru kemarin aku masuk.”
“Owh!” Donghae mengangguk paham. Pantas Donghae baru kali ini melihatnya.
“Kau dirawat di ruang berapa?” tanya Donghae mulai antusias, akhirnya ia dapat teman baru. Namja itu tampak seumuran dengannya.
“Ruang 101.”
“Jeongmal?! Itu hanya terpisah satu ruangan dari kamarku.”
“Benarkah?”
“Ya, perkenalkan aku Lee Donghae.” Donghae mengulurkan tangannya semangat.
“Lee Sungmin.” Jawab Sungmin sambil menerima uluran tangan Donghae.
“Akhirnya aku punya teman. Seminggu di sini membuatku bosan. Parahnya aku tidak bisa memainkan PSP-ku. Dan aku rindu sepak bola.” Donghae menunjukkan tangan dan kakinya yang dibebat perban tebal.
“Apa yang terjadi denganmu?” tanya Sungmin sambil memandangi luka di tubuh Donghae.
“Kecelakaan. Waktu itu, aku baru pulang sekolah. Ada tawuran preman di jalan. Salah satu preman mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi dan menabrakku yang sedang menyebrang jalan.”
“Omo! Mengerikan.” Sungmin mengedikkan bahunya.
“Ya, preman di kota ini memang mengerikan.” Cibir Donghae sebal.
“Di kota ini ada preman?!” Sungmin tampak tidak percaya.
“Ya, dua tahun ini di Mokpo preman-preman berkeliaran.”
“Ya, ampun. Menakutkan.” Komentar Sungmin lagi.
“Sepertinya kau bukan orang sini.” Tebak Donghae lagi. Logat bicara Sungmin berbeda dengannya. Ia juga tidak tahu kalau di Mokpo ada preman.
“Ya. Aku dari Seoul.”
“Kenapa kau pindah ke sini?”
“Aku ikut Leeteuk, pamanku.”
“Whoa! Dokter Leeteuk itu pamanmu?” seru Donghae kaget.
“Ye. Dia adik ibuku. Tapi aku memanggilnya hyung. Dia marah kalau dipanggil ahjussi. Dia juga hanya lebih tua beberapa tahun dariku.”
“Kenapa kau ikut dia? Kemana orang tuamu?”
“Mereka meninggal dua tahun lalu. Kecelakaan lalu lintas.” Raut wajah Sungmin berubah murung, membuat Donghae merasa bersalah.
“Jwaesonghamnida. Aku tidak bermaksud….”
“Tidak apa-apa. Itu sudah lama sekali kok.”
“Sekali lagi aku minta maaf.” Donghae meletakkan tangannya di bahu Sungmin. Ia benar-benar menyesal sudah membuat Sungmin sedih.
“Tidak apa-apa Donghae-ssi.” Sungmin menatap Donghae sambil menyunggingkan senyum, meyakinkan Donghae kalau ia baik-baik saja.
“Kita bicara yang lain saja.” Usul Donghae. Ia tidak mau kembali terpancing untuk menanyakan tentang keluarga Sungmin.
“Apa kau tidak apa-apa berkeliaran dengan kaki terluka parah seperti itu?”
“Entahlah. Tapi, aku bosan di kamar. Aku butuh teman ngobrol atau rumah sakit ini akan membuatku gila.”
Sungmin tergelak. “Kau mana cepat sembuh kalau begitu?”
“Tenang saja. Pemulihan tubuhku sangat cepat.” Donghae menepuk kakinya yang dibebat perban pelan.
“Kau ada-ada saja Donghae-ssi.”
“Panggil aku Donghae saja. Jangan terlalu formal. Kedengarannya aneh.”
“Baiklah, Donghae.”
“Kau boleh memanggilku fishy kalau mau.”
“Apa itu?”
“Julukanku. Aku suka laut. Ini kan Mokpo, jadi aku ikannya.”
“Kalau begitu kau boleh memanggilku sweet pumpkin.”
“Kenapa sweet pumpkin?”
“Karena aku manis dan aku suka labu.”
“YA! Kau narsis juga ternyata.” Donghae pura-pura mencibir dan Sungmin kembali tertawa.
“Sudah lama aku tidak tertawa seperti ini.”
“Kenapa?” mimik wajah Donghae berubah serius.
“Terlalu banyak sesuatu yang membuatku sedih.”
“Hmmm…” Donghae hanya menggumam. Takut kalau ia bertanya kenapa ia akan menyakiti Sungmin lagi. Ia baru mendapat teman, tidak mungkin ia membuat teman barunya menjauh begitu saja.
“Terima kasih sudah membuatku tertawa.”
Donghae sedikit tersipu mendengar perkataan Sungmin. Belum pernah ada orang yang berterima kasih padanya karena telah membuat mereka tertawa. Dan Donghae merasa tidak melawak sama sekali.
“Ye, aku juga senang karena akhirnya aku punya teman.”
“Aku juga senang bisa kenal dirimu.”
“Aku akan lama di rumah sakit ini. Kuharap kau tidak bosan jadi temanku. Bukannya aku berharap kau tidak cepat sembuh, tapi….” Donghae tidak mempunyai kata-kata yang tepat untuk menyampaikan maksudnya.
“Tidak apa-apa. Aku juga akan lama di sini.”
“Memang kau sakit apa?” tanya Donghae sambil mengernyitkan dahi. Sungmin tidak tampak seperti orang sakit kebanyakan. Pucat dan lemas. Dia malah ceria dan bibirnya berwarna pink merekah. Tubuhnya juga baik-baik saja dan tampak utuh. Tidak ada perban di sana-sini.
“Porphyria.”
Donghae menatap Sungmin lekat, meminta penjelasan lebih lanjut tentang penyakit yang ia diderita. Porphyria? Donghae tidak pernah dengar istilah itu sebelumnya.
“Penyakit hati. Dimana tubuh ada kesalahan menggunakan porphyrins. Hormon yang penting dalam pembentukan hemoglobin di sel darah merah.”
Donghae berusaha keras mencerna perkataan Sungmin di dalam otaknya. Tapi, ia tidak kunjung mengerti. Apapun itu sepertinya penyakit yang diderita Sungmin sangat parah.
“Aku juga punya asma.” Lanjut Sungmin. Kalau yang ini Donghae masih paham.
Donghae menatap Sungmin iba. Pantas Sungmin susah tertawa. Bagaimana ia bisa bahagia kalau punya penyakit separah itu?
BLETAK!
Donghae merasakan sentakan keras di ubun-ubunnya. Membuatnya merasa pening.
“YAK! Heechul hyung! Apa yang kau lakukan? Aku ini sedang sakit tahu!” omel Donghae saat mengetahui pelaku penjitakan kepalanya.
“Yang sakit tangan dan kakimu. Kepalamu baik-baik saja walaupun kau tetap bodoh.”
“Aish! Kau ini….”
“Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah dokter menyuruhmu untuk istirahat?”
“Aku bosan di kamar. Kalau terus-terusan berbaring punggungku bisa patah.”
“Mana ada yang seperti itu? Ayo kembali!”
Dengan terpaksa Donghae meraih kruknya. Ia berdiri dibantu Sungmin dan Heechul.
“Sungmin, maaf aku harus kembali. Hyungku sangat galak.” Donghae melirik Heechul yang mendesis tidak terima dibilang galak, “Lain kali kita mengobrol lagi.”
“Ye, gwaenchanha. Aku juga harus kembali. Leeteuk hyung pasti mencariku.”
Donghae meninggalkan Sungmin yang masih berdiri sambil memandangi punggung Donghae yang menjauh perlahan. Donghae berjalan sangat lambat dan berhati-hati walaupun dipapah Heechul.
Heechul membantu Donghae kembali naik ke tempat tidur. Dengan super hati-hati, ia membaringkan kaki Donghae yang terluka.
“Kenapa kau bandel sekali? Bukankah dokter bilang supaya kau tidak banyak bergerak.”
“Aku bosan hyung! Tidak ada yang bisa kulakukan.”
“Aku kan sudah memberimu PSP.”
“Hyung tidak lihat jariku patah?” Donghae mengacungkan jari-jarinya tepat di depan Heechul.
Heechul tersenyum dan menangkupkan tangannya di depan dada. “Mianhae. Hyung lupa.”
“Aish! Lihat siapa yang bodoh?”
“YAK! Aku ini hyungmu!”
“Arasseo.” Ia melindungi kepalanya dengan tangan. Takut dijitak lagi. “Kenapa hyung kembali? Tidak kuliah?”
“Aku hanya mengumpulkan tugas dan kembali. Kau bilang dirimu bosan?”
“Ya, tapi hyung kan tidak perlu repot-repot bolos kuliah.”
“Sepertinya kau tidak menyukai kedatanganku? Mentang-mentang sudah punya teman.”
“Aniyo. Bukan begitu. Aku tidak mau hyung mengorbankan kuliah. Pendidikan itu penting.”
“Jangan menasehatiku bocah!” Heechul mendelik marah pada Donghae. “Kau tahu?”
“Apa?” Donghae menatap hyungnya tidak mengerti.
“Polisi berhasil menangkap preman yang menabrakmu. Namanya Kangin. Dia hanya setahun di atasmu. Rasakan bocah itu!”
“Owh!” Donghae ekspresionless.
Heechul memandang dongsaengnya bingung. “Kenapa ekspresimu datar sekali?”
“Memang aku harus bagaimana? Tidak mungkin kakiku langsung sembuh begitu dia ditangkap.”
“Aish, kau ini….” Heechul menatap Donghae heran. Dongsaengnya yang satu ini memang terlalu baik hati.
“Kasihan orang tuanya. Nanti kalau ia balas dendam bagaimana?”
“Tidak akan. Kau tenang saja.” Heechul mengacak rambut dongsaengnya penuh sayang.
“Lee Donghae!”
Donghae dan Heechul menoleh berbarengan ke arah pintu kamar yang terbuka. Seorang pria dengan pakaian serba putih dan kaca mata yang juga ber-frame putih masuk sambil menyunggingkan senyum.
“Annyeonghaseo Leeteuk-ssi!” Sapa Heechul.
“Hai, dokter!” Donghae tersenyum dan membetulkan posisi tidurnya.
“Bagaimana kabarmu hari ini Donghe-ya?” tanya Leeteuk sambil memeriksa kaki Donghae. “Perbannya harus diganti. Suster!”
Dua wanita setengah baya yang juga berpakain putih dengan sigap mengganti perban di kaki Donghae.
“Aku sangat baik dokter.” Donghae menjawab sambil meringis. Menahan sakit yang mendera lututnya.
“Kudengar kau berkenalan dengan Sungmin.”
“Ye, kami berteman sekarang. Dia keponakanmu?”
“Ye, orang tuanya sudah meninggal. Jadi aku yang mengurusnya.”
“Dia sudah menceritakannya padaku.”
“Sepertinya kalian saling bicara banyak.”
“Ouch!” Donghae menjerit kesakitan, “Pelan-pelan suster. Dokter, apa itu porphyria?”
“Sungmin tidak memberitahumu?”
“Yeah, tapi aku tidak mengerti.”
“Porphyria adalah suatu kondisi yang menyebabkan kesalahan fungsi bagaimana tubuh menggunakan porphyrins….”
“Hormon yang sangat penting untuk membuat hemoglobin.” potong Donghae.
“Kau benar. Dalam kasus Sungmin, tubuhnya susah untuk membentuk hemoglobin di hati.”
Donghae mengangguk berkali-kali. Ia mulai mengerti walaupun hanya sedikit.
“Apakah sangat parah?”
“Ia harus cuci darah agar kadar hemoglobinnya normal.”
“Apa tidak ada cara yang membuatnya sembuh secara keseluruhan?”
Leeteuk mengangkat bahu. “Dunia medis sedang mencari tahu.”
“Sungmin benar-benar tidak beruntung.”
“Ye, punya penyakit hati, kehilangan orang tua dan juga hyungnya. Kau beruntung masih punya Heechul.”
Donghae melirik Heechul dengan tatapan ‘Apanya yang beruntung?’ dan Heechul menjulurkan lidahnya.
“Dia juga punya asma.”
Leeteuk mengangguk, mengiyakan ucapan Donghae.
“Sudah selesai.” Lapor salah seorang suster kepada Leeteuk. Leeteuk mengangguk.
“Heechul-ssi, jaga adikmu baik-baik. Donghae-ya, tolong terus berteman dengan Sungmin. Aku tinggal dulu. Annyeong!”
“Gamsa hamnida dokter.” Ucap Heechul sambil mengantar Leeteuk keluar ruangan, sementara Donghae hanya melambaikan tangannya.
“Sungmin…temanmu yang di taman tadi?”
“Ye,” jawab Donghae lirih. Ia benar-benar iba kepada Sungmin. “Hyung, bisa antar aku ke kamar Sungmin?”
“Perbanmu baru diganti!”
Lanjutkan membaca |FF PROJECT| To Get Your Cheeriness Back →